TEMBAWANG SEBAGAI IDENTITAS DIRI MASYARAKAT ADAT SUKU DAYAK

TEMBAWANG

SEBAGAI IDENTITAS DIRI MASYARAKAT ADAT SUKU DAYAK

Pada hari ini tanggal 9 Agustus diperingati sebagai hari Masyarakat Adat Internasional. Apa maknanya dan mengapa diperingati secara internasional? Hemat saya, peringatan ini mengandung makna yang sangat dalam, yakni pengakuan akan eksistensi masyarakat adat diberbagai belahan dunia.

Pengakuan ini tentu saja terkait hak-hak masyarakat adat. Salah satunya hak hidup dan bertahan hidup dalam sebuah tradisi budaya warisan leluhur yang rentan luntur karena pesatnya arus globalisasi yang mengagungkan modernitas, komersil dan kapitalis.

Kali ini, penulis mengangkat tema Tembawang sebagai Identitas Diri Masyarakat Adat Suku Dayak. Tema ini menjadi relevan dikaji bertepatan dengan arus modernitas yang semakin hari semakin mempersempit ruang gerak masyarakat adat khususnya keberadaan Tembawang sebagai salah satu penanda yang membuat masyarakat adat Suku Dayak masih terus eksis sampai saat ini.

Tembawang merupakan istilah yang lazim kita dengar sebagai sebuah zona khusus yang unik dan mengandung nilai-nilai filosofis kehidupan dan eksistensi Suku Dayak. Tembawang adalah kawasan hutan konservasi tradisional warisan leluhur nenek moyang secara turun temurun terpelihara. Penulis merefleksikan ada 3 nilai filosofis dari keberadaan Tembawang.

  1. Tembawang sebagai Identitas Diri dan Soial Budaya

Tembawang biasanya dimiliki secara kolektif beberapa keluarga. Dari Tembawang ini sejarah leluhur diceritakan secara turun temurun sehingga kita mengenal silsilah keluarga pemilik Tembawang. Garis keturunan bisa disusun berdasarkan keberadaan Tembawang. Disinilah penulis melihat bahwa Tembawang itu sebuah identitas sebagaimana KTP yang kita punya. Dari identitas ini kita mengenal siapa kita, garis keturunan kita dan siapa leluhur kita. Dengan kata lain, Tembawang sebagai identitas membuat kita tahu asal usul garis keturunan dan perekat hubungan kekerabatan.

  1. Tembawang sebagai Lahan Konservasi

Keberadaan Tembawang tentu sangat penting demi kelangsungan hidup hutan, tanah, air dan udara. Sebab di dalam Tembawang kita temukan berbagai jenis pohon buah, karet, tengkawang dan tanaman hutan berupa pohon keras. Dengan adanya bebagai jenis pohon yang terpelihara dengan baik, maka akan ada kehidupan seperti binatang, burung dan satwa lainnya. Tentu saja air dan tanah terpelihara dengan baik pula. Leluhur suku Dayak lewat Tembawang telah berupaya menjaga keseimbangan ekosistem dengan menjaga hutan, air, tanah dan udara. Leluhur Dayak sudah memposisikan sejak awal bahwa mereka berpihak pada ekologis. Bagi mereka hutan, tanah, air dan udara adalah “HIDUP”. Artinya adalah jantungnya orang Dayak. Jika semua itu rusak dan sengaja dirusak maka hidup manusia suku dayak juga akan turut rusak.

  1. Tembawang sebagai Salah Satu Sumber Ekonomi

Di lahan Tembawang, banyak kita jumpai aneka tanaman buah-buahan seperti durian, duku, langsat, mentawak, jengkol, cempedak, rambutan, enau, kopi, rebung dan lain-lain. Pada lahan Tembawang dapat kita jumpai pula tanaman seperti lateks (getah tanaman karet), biji tengkawang, rotan, pohon tapang (tempat lebah bersarang). Aneka macam tumbuhan tersebut menjadi sumber pangan sehari-hari masyarakat suku Dayak dan juga dapat diperjualbelikan sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Aneka tumbuhan tersebut tumbuh secara alami tanpa diberi pupuk atau pestisida lainnya. Pohon aren atau enau dijadikan gula merah dan diolah juga menjadi minuman tuak tradisional. Dengan demikian kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak hampir seluruhnya dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam sistem lahan Tembawang.

Sebagai inti dari artikel ini, Tembawang berperan penting sebagai penelusuran kekerabatan dan sosial budaya yang menjadi identitas diri suku Dayak. Tembawang merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Suku Dayak untuk bertahan hidup. Lebih penting dari itu, harus diakui bahwa Tembawang bermanfaat sebagai lahan pelestari sumberdaya tumbuhan baik yang berada di dalam dan juga di luar arealnya sebagai penyeimbang ekosistem seperti hutan, air, tanah, udara dan aneka spesies satwa yang bergantung padanya. Mari di Hari Masyarakat Adat Internasional ini kita terus berupaya menjaga, mencintai, dan melestarikan eksistensi Tembawang sebagai sebuah warisan luhur dari leluhur Suku Dayak bagi generasi yang akan datang. Dari Tembawang kita mengenali identitas kita, cara kita hidup, bertahan hidup, dan cara kita menjaga hutan, tanah, air, dan udara. Berhentilah mengekspolitasi, mengintimidasi dan menjual warisan leluhur yang agung ini demi menjaga eksistensi kita sebagai masyarkat Adat Suku Dayak. Selamat Hari Masyarakat Adat Internasional. Jaya selalu Tembawang kita, tanah, air, udara dan segala yang hidup di dalamnya.

Penulis: RD. Petrus Juli, S.S., M.M