Stay Updated with Agro Cultures News

24K subscribers

Diam bibendum nullam quis, placerat mattis ultrices, rutrum porttitor posuere sit curae amet cubilia quam, ante velit pretium.

Interdum nullam est, aliquam consequat, neque sit ipsum mi dapibus quis taciti. Ullamcorper justo, elementum pellentesque gravida quisque.

Persatuan yang Terpecahkan

Persatuan yang Terpecahkan

(cerpen bertema sumpah pemuda)
Karya: Peserta didik Kelas XI VP

Di sebuah desa kecil di Indonesia, matahari pagi menyinari atap-atap rumah dengan lembut. Angin berhembus membawa aroma tanah basah setelah hujan malam tadi. Desa itu tampak damai dari luar, tapi di balik kesejukannya, ada luka yang belum sembuh — luka perpecahan antarwarga yang tak lagi saling percaya.

Di tengah suasana itu, hidup seorang pemuda bernama Nusa, anak desa yang sederhana namun berhati besar. Ia dikenal karena semangatnya yang membara dan jiwa nasionalismenya yang tak tergoyahkan. Sejak kecil, ia bermimpi menjadi seorang tentara, bukan untuk gagah-gagahan, tapi agar bisa menjaga tanah airnya dan melindungi rakyatnya sendiri.

Namun, cita-cita itu terasa berat untuk diwujudkan. Desa tempat tinggalnya seperti kapal yang hampir karam — dipenuhi pertengkaran, perbedaan pendapat, bahkan sikap saling curiga antarwarga dari suku yang berbeda. Sekolah sering sepi, karena anak-anak tak lagi bisa belajar dengan tenang. “Kalau begini terus, bagaimana masa depan desa ini?” pikir Nusa lirih setiap kali melihat bendera merah putih di depan balai desa berkibar setengah tiang.


Suatu hari, kabar angin beredar. Seorang pendatang bernama Jeff sudah dua tahun menetap di desa itu. Tak banyak yang tahu asal-usulnya, namun sikapnya menimbulkan kegelisahan. Jeff kerap berbicara kasar kepada warga dari suku tertentu, menolak bergabung dalam kerja bakti, dan sering menyulut perdebatan.

Awalnya, Nusa hanya menganggap hal itu sepele. Tapi lama kelamaan, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik perilaku Jeff. “Dia seperti ingin membuat warga saling benci,” gumam Nusa. Dan benar saja — sejak Jeff datang, pertengkaran antarwarga semakin sering terjadi.

Hingga pada suatu sore yang mendung, kebenaran mulai terbuka.

Nusa sedang berjalan di tepi sawah ketika melihat Jeff membawa jeriken besar dan berjalan mengendap di antara rumah-rumah warga. Raut wajah Jeff terlihat tegang, gerakannya mencurigakan. “Apa yang dia lakukan?” batin Nusa. Ia mengikuti langkah Jeff dengan hati-hati, bersembunyi di balik pohon pisang.

Dari kejauhan, terlihat Jeff menyiramkan cairan berwarna hijau kekuningan di sekitar rumah kayu milik salah satu warga. Bau bensin menusuk hidung. Jantung Nusa berdetak cepat.

“Tidak! Dia mau membakar rumah itu!” bisiknya.

Tanpa pikir panjang, Nusa melangkah maju. “Hei! Apa yang kau lakukan, Jeff?”

Jeff menoleh cepat, matanya memancarkan kebencian. “Jangan ikut campur, bocah! Ini bukan urusanmu!” katanya sambil menyalakan korek api.

“Ini urusan semua orang, Jeff! Kau sudah membuat desa ini menderita cukup lama!” teriak Nusa, langkahnya semakin mendekat.

Jeff mengangkat koreknya tinggi-tinggi. “Maju selangkah lagi, rumah ini akan jadi abu!”

Nusa menatapnya lurus. “Kalau itu harga yang harus kubayar untuk menghentikanmu, bakarlah!”

Dalam sekejap, Nusa menerjang Jeff. Tubuh mereka jatuh berguling di tanah berlumpur. Korek api terlepas dari tangan Jeff dan melayang ke udara, jatuh tepat di tumpahan bensin. Api langsung menjilat dinding rumah kayu, menjalar cepat seperti lidah naga yang lapar.

“Asap!” teriak Nusa. “Warga! Cepat ke sini!”


Dalam waktu singkat, warga desa berdatangan. Mereka melihat api membubung tinggi dan tanpa berpikir panjang langsung bekerja sama memadamkannya. Ada yang membawa ember, ada yang menimba air dari sumur, ada yang menebang ranting basah untuk memukul api.

“Cepat! Siram bagian kanan!” teriak seseorang.
“Ambil air lagi! Jangan biarkan apinya menyebar!” sahut yang lain.

Peluh bercucuran, tangan-tangan bekerja tanpa henti. Orang-orang yang sebelumnya tak mau berbicara satu sama lain kini berdiri bahu-membahu, melawan bahaya yang sama. Hujan gerimis turun seolah langit pun ikut membantu.

Setelah beberapa waktu, api akhirnya padam. Rumah yang hampir habis terbakar kini tinggal arang hitam dan bau asap. Namun di antara kehancuran itu, ada hal lain yang tumbuh — persatuan.

Seorang warga menatap yang lain dan berkata dengan napas terengah, “Kita berhasil memadamkannya karena kita bekerja sama.”
Yang lain mengangguk. “Benar. Selama ini kita terpecah karena kebencian. Tapi hari ini kita tahu, kita kuat kalau bersatu.”


Beberapa menit kemudian, Nusa muncul sambil menyeret Jeff yang tangannya sudah diikat tali. Wajahnya kotor, tapi matanya memancarkan ketegasan.

“Semuanya, inilah pelaku di balik kekacauan desa kita,” ujarnya lantang. “Jeff-lah yang membakar rumah warga dan memecah belah kita selama ini.”

Warga terperangah. Beberapa mengumpat, yang lain menunduk malu menyadari betapa mudahnya mereka dihasut.

“Bawa dia ke kantor polisi!” seru seorang bapak.
“Biarkan dia menanggung akibatnya!” timpal yang lain.

Jeff pun dibawa pergi oleh warga. Desa itu kembali tenang, tapi bukan lagi tenang karena diam — melainkan tenang karena hati mereka kembali bersatu.


Hari demi hari berlalu. Warga kini sering berkumpul, gotong royong membersihkan jalan, memperbaiki sekolah, dan menanam kembali semangat persaudaraan. Bendera merah putih di depan balai desa kini berkibar penuh setiap hari — simbol bahwa persatuan yang dulu retak kini telah kembali utuh.

Dan di antara semua itu, Nusa berdiri tegap di tengah lapangan desa, menatap langit biru dengan mata penuh harapan. Enam tahun berlalu, mimpinya terwujud — ia kini menjadi seorang tentara, pelindung tanah air dan rakyatnya.

Dalam upacara pengibaran bendera pertamanya, ia menatap anak-anak desa yang berbaris rapi di depan sekolah yang dulu hampir roboh. Angin pagi berhembus lembut membawa suaranya:

“Aku bersumpah akan menjaga persatuan ini, sekecil apa pun ancaman yang datang.
Karena hanya bangsa yang bersatu yang bisa bertahan.”


Redaktur/Penyunting Teks: TIM Redaksi Sanrosven
Editor Gambar: TIM Redaksi Sanrosven

#TimMultimedia
#RedaksiSanrosven
#SMASPancaSetyaSintang
#SumpahPemuda
#Lomba_Menulis_Cerpen